Diduga Ada Bisnis ‘Terselubung’ Dibalik Rapid Tes Bantuan Provinsi

Sumber foto: KabarSaurus Channel
Seruan Rakyat

Seruanrakyat.online, Parigi Moutong– Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Parigi Moutong diduga mejadikan bisnis ‘terselubung’ alat Rapid Atigen bantuan Provinsi Sulawesi Tengah.

Dugaan tersebut mencuat saat pelaksanaan tahapan Seleksi Kopetensi Dasar (SKD) CPNS dan PPPK pada lingkungan Pemerintah Daerah Parigi Moutong, Kamis (30/09/2021) lalu.

Bacaan Lainnya

Terkait persoalan tersebut, Komisi IV DPRD Kabupaten Parigi Moutong mengundang jajaran pejabat Dinkes dan Inspektorat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna mendapatkan penjelasan, Selasa (12/10).

Sayangnya RDP tersebut tidak dihadiri Kepala Dinkes, Ellen hanya diwakili Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Fauzia.

Dalam rapat itu, Fauzia membenarkan, dugaan pembayaran alat rapid pada Seleksi Kopetensi Dasar CPNS baru – baru ini, senilai Rp 100.000 untuk satu peserta. 

“ Untuk melakukan pemeriksaan rapid pada peserta SKD CPNS, Dinkes mengacu pada surat BPKSDM sebagai pelaksana, maupun penetapan tarif kami berdasarkan surat edaran,” jelasanya.

Terkait hal itu, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Parigi Moutong Fadli menuturkan, bantuan alat rapid dari Provinsi atau pengadaan Kabupaten, di daerah lain itu digratiskan bagi  yang mengikuti seleksi SKD CPNS.

“Kalau kita  sensitif dengan kebutuhan rakyat, tentu sebagai Pemerintah Daerah berkewajiban mengayomi seluruh kepentingan masyarakat tidak bisa berbisnis,” ujarnya.

Ia menjelaskan, kalau sifatnya mandiri Dinas Kesehatan berdalih, sebab hasil dari pembayaran rapid antigen tidak dimasukan dalam kas daerah.

“Perlu ada konfirmasi, kalau Dinkes beralasan itu berbayar karena rapid mandiri maka saya menduga, selaku Pemerintah daerah Dinas Kesehatan telah berbisnis dengan rakyatnya sendiri,” tegasnya.

Senada Fadli, Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H.Wardi menyebutkan, diduga bantuan alat rapid atigen berbayar yang dilakukan Dinkes Parimo ada indikasi Korupsi.

“Sehingga saya berpendapat bahwa ada indikasi korupsi soal rapid berbayar ini,” kata Wardi.

Sebab kata ia, dari penjelasan Fauzia dapat dikatakan persoalan rapid bantuan dikomersilkan seolah hanya diketahui oleh Kadis.   “Rapid bantuan Provinsi itu sebenarnya dialokasikan untuk penanganan Covid, faktanya orang yang terkonfirmasi positif dimintakan uang bukan digratiskan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *