NASIONAL, Seruanrakyat.online – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengimbau, seluruh pemerintah daerah (pemda) agar segera memberikan bantuan kepada petugas penyelenggara pemilu yang wafat.
“Baik jajaran KPU penyelenggara maupun pengawas Bawaslu, dan lain-lain, termasuk juga petugas-petugas lain yang terkait dengan kegiatan pemilu,” tegasnya, usai Rapat Perkembangan Kesehatan Petugas Penyelenggara Pemilu bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan perwakilan penyelenggara pemilu, di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Rasuna Said, Jakarta, pada Senin, 19 Februari 2024.
Adapun, berbagai bantuan tersebut mencakup pemakaman, rumah duka, hingga pemberian beasiswa kepada anak-anak yang ditinggalkan.
Mendagri Tito mengatakan, bantuan itu bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ia juga meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mempercepat proses administrasi para petugas yang wafat dengan memudahkan pembuatan surat kematian.
“Kami sudah sampaikan kepada Dirjen Dukcapil untuk menyampaikan ke seluruh jajaran Dukcapil untuk mempercepat proses dokumentasi bagi saudara-saudara kita yang wafat,” tambahnya.
Berkaca pada pengalaman Pemilu 2019 lalu, Mendagri Tito mengungkapkan langkah-langkah antisipasi akan terus dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi jumlah petugas pemilu yang wafat atau sakit ketika bertugas.
“Diantaranya mengenai persyaratan yang didasarkan pada masukan Menkes, idealnya manusia itu bisa bekerja terus 10 jam, idealnya,” ujarnya.
Sebagaimana aturan KPU, usia petugas ad hoc di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibatasi antara 17 hingga 55 tahun.
Para petugas juga melalui tahap screening untuk memastikan yang bersangkutan dalam kondisi baik.
“Screening ini bagian dari menjadi anggota BPJS, oleh karena itulah Kemendagri mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh pemerintah daerah karena KPU tidak memiliki anggaran untuk iuran BPJS bagi anggota ad hoc ini,” terangnya.
Selain itu, pemerintah melalui Kemenkes juga telah menyiagakan fasilitas dan sarana kesehatan yang ada di Kemenkes untuk membantu petugas ad hoc di TPS, mulai dari Puskesmas, klinik, dan rumah sakit.
Kemudian, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), ada klausul tertentu yang berhubungan dengan proses penghitungan suara agar waktunya diperpanjang untuk menghindari kelelahan petugas.
“Kita tahu ya mulai pencoblosan itu jam 07.00 sampai dengan jam 13.00, dan setelah itu dilakukan perhitungan suara maksimal sampai jam 12 malam, tapi kemudian ada putusan MK boleh ditambah lagi 12 jam lagi. Artinya sampai hari berikutnya, itu totalnya lebih kurang 22 ditambah dengan 12, jadi lebih kurang 33 jam,” jelasnya.
Ia menambahkan, dari KPU berpendapat, alasan tanpa jeda supaya tidak terjadi break, kalau break perhitungan nanti ada moral hazard kerawanan.
“Oleh karena itulah terus menerus, tapi tidak berarti individualnya terus menerus, prosesnya tetap berjalan, ada perhitungan. Kalau dia mau ke toilet, ada yang lelah, mengantuk sekali, artinya bisa istirahat sementara temannya bisa mengerjakan,” tandasnya.
(Sumber: Puspen Kemendagri)