NASIONAL, Seruanrakyat.online – Dibutuhkan satu aturan baku diatas Peraturan Menteri, seperti Perpres atau Peraturan Pemerintah yang mengatur secara keseluruhan prosedur pengelolaan dana desa.
Demikian diusulkan Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) mengenai Tantangan, Strategi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Refleksi 10 Tahun Undang-Undang Desa, di Yogyakarta, pada Selasa, 26 Maret 2024.
“Hal ini dilakukan untuk mempermudah aparatur desa dalam memahami aturan pengelolaan dana desa, serta meminimalisasi kesalahan prosedur dan administrative,” tuturnya, melansir laman resmi kemendesa.go.id.
Pasalnya, selama ini pengelolaan dana desa dilakukan dengan mengacu sejumlah peraturan dari beberapa Kementerian dan Badan.
Diantaranya, pengeloaan dana desa diatur melalui kebijakan Kementerian Keuangan (PMK 145 Tahun 2023), Kemendagri (Permendagri No 20 Tahun 2018), dan Kemendesa PDTT (Permendesa PDTT No 7 Tahun 2023) serta BPS.
Kementerian Keuangan bertugas menentukan jumlah proporsi dana desa terhadap APBN dengan acuan 10 persen APBN, tata cara penyalurannya, serta tata cara pelaporannya.
Sedangkan, Kemendes PDTT bertugas menentukan prioritas penggunaan dana desa.
Kemudian, Kemendagri bertugas mengatur tata kelola keuangan desa yang didalamnya terdapat dana desa.
Dan, BPS bertugas melakukan survei jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, tingkat kesulitan geografis, dan indeks kemalahan konstruksi masing-masing wilayah desa yang menjadi dasar penentuan alokasi dana desa.
“Banyaknya lembaga yang mengatur pengelolaan dana desa membuat aparat pemerintah desa merasa kebingungan dalam memahami aturan tersebut. Aparat pemerintah desa harus memahami berbagai macam aturan dari banyak lembaga. Sehingga akan berpotensi menimbulkan kesalahan prosedur atau administratif dalam pengelolaannya,” ungkapnya.
Ia juga menekankan agar pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan dana desa juga diperkuat agar keberadaannya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Perlu adanya skema pengawasan terhadap pengelolaan dana desa. Pengawasan tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Melainkan membutuhkan lembaga lain yang lebih otonom dari kepentingan di desa, seperti pemerintah pusat,” terangnya.
Ia menambahkan, skema pengawasannya bisa dibentuk melalui indikator-indikator yang menghitung dampak dana desa terhadap pembangunan di desa.
Selain itu, diperhatikan juga analisis pos-pos anggaran pembangunan terhadap urgensinya pada pembangunan desa.
Sayangnya, model skema pengawasan terhadap dana desa tidak terdapat pada dokumen rancangan perubahan UU No 6 Tahun 2014.
Ia menegaskan, pemerintah desa paling transparan dalam pengelolaan keuangan karena masyakat desa bisa dengan mudah mengakses APBDesa yang dipasang di tempat strategis.
“Hal-hal ini yang bisa mengawal hanya Kementerian Desa jika kita berbicara kelembagaan saat ini, karena memang fokus perhatikan desa,” ujarnya.
Oleh sebab itu, harus ada kewenangan yang memperjelas posisi Kemendes PDTT agar lebih maksimal dan utuh membangun dan memberdayakan desa.
Hingga nantinya segala kebijakan bertumpu pada permasalahan dan kebutuhan desa itu sendiri.